Minggu, 20 November 2011

Selamat ulang tahun! :)

Tua itu pasti dan dewasa itu pilihan.

Setelah memilih untuk menjadi veteran fakultas kedokteran, meninggalkan masa lalu di fakultas ilmu sosial dan ilmu politik, saya sering ngerih-ngerih pengggalih* sendiri. Kadang ada beberapa teman yang bercanda masalah umur. Saya tahu itu tidak serius, but hey! Jangan bicara umur kepada seorang perempuan. Itu sensitif! x)

Saya tidak memungkiri bahwa berjalannya waktu adalah sunnatullah. Waktu yang berjalan membuat kita semakin tua. Saya bertambah tua, begitu pula kamu, begitu pula orang-orang yang mengejek umur saya yang terlampau banyak daripada umur mereka. Umur berbanding lurus dengan rahmat Tuhan, semakin banyak umur, semakin banyak Tuhan memberikan rezekinya. Semakin tua, berarti Tuhan memberikan semakin banyak waktu pada seseorang untuk memberikan manfaat kepada orang lain. Bersyukurlah karena tidak semua orang mendapatkannya. Hingga saya mengeluarkan jurus terjitu jika diejek masalah umur, “hey! Kamu belum tentu bisa setua saya!” :P

Sampai-sampai saya menyesali keingian seorang Gie yang ingin mati muda. Oke itu pilihan, tapi ketika dia bisa berumur lebih panjang, pasti akan lebih banyak kontribusi yang akan dia berikan untuk negeri ini. Tapi kembali lagi, umur adalah rahasia Tuhan. Bersyukurlah yang tua, Tuhan telah memberikan lebih banyak kesempatan. Untuk berkarya, untuk berbahagia, untuk membahagiakan orang lain, untuk bermanfaat bagi manusia disekitarnya, untuk membuat perubahan, untuk mencetak sejarah yang akan diingat bahkan ribuan tahun setelah mati nanti.

Intinya, semua usia tidak boleh saling mengejek. Yang muda tidak boleh mengejek yang lebih tua, mereka belum tentu bisa setua itu. Yang tua tidak boleh mengejek yang muda, karena yang muda bisa menjadi lebih hebat daripada mereka di usia yang sama. Yang muda harus belajar dari yang tua tentang pengalaman hidup. Dan yang tua bisa belajar tentang semangat dari orang yang lebih muda.

Umur bukan hanya masalah hitungan. Tidak masalah berapa lama kita hidup, tapi bagaimana kita hidup.

Hari ini tepat ulang tahun ke-3 gigitaring :3 sederhana saja, berharap blog ini bisa lebih baik. Sebelum meberikan inspirasi pada orang lain, saya lebih berharap untuk sering menulis dan tidak membiarkan blog ini mati dalam kekosongan #tsahhh

“karena karya adalah bukti bahwa kita pernah ada” -anonim-

Selamat ulang tahun! :)

*ngerih-ngerih penggalih: menyabarkan hati

Jumat, 18 November 2011

Helm! Helm me!

Saya bukan seseorang yang peduli dengan helm. Meskipun tahu manfaatnya. Saya bahkan tidak selalu memakai helm dengan mengaitkannyanya sampai “klik”, tapi semua berubah ketika negara api menyerang. Errr, sejak beberapa kejadian entah yang saya alami atau yang saya tahu saja. Kesadaran tentang memakai helm sampai “klik” ini muncul setelah melihat kejadian kecelakaan yang menimpa Marco Simoncelli di MottoGP Sepang, Malaysia, Oktober kemarin.

Helm yang sudah memenuhi standard dan pastinya mahal, juga harusnya sudah “klik”, bisa lepas, dan itu fatal.

Saya dan helm

“May, nggak pakai helm teropong?” begitulah pertanyaan teman saya sebelum saya main dengan beberapa teman ke Kelud awal Januari 2010 lalu. Waktu itu, saya menganggap itu tidak penting. Saat pulang dari Kelud itu, saya dan teman saya jatuh dari motor. Kecelakaan tunggal yang terjadi karena teman saya yang membonceng tidak melihat lubang di jalan. Kecelakaan yang menyebabkan jaringan parut yang membekas di hidung saya. #curcol

Begitu tidak pedulinya saya dengan helm sampai-sampai saya bertahan dengan helm-arsitek-warna-warni-dengan-stiker-IPB warisan kakak saya yang tidak melindungi wajah saya saat kecelakaan itu. Sejak kecelakaan itu, saya mulai peduli dan merasa penting untuk menggunakan helm yang sesuai standard keamanan. Helm adalah pelindung kepala, kepala adalah aset, tidak bisa ditawar. Ini adalah kesadaran tahap I.

Saya juga gaptek dengan jenis kuncian helm sampai-sampai, ketika main dengan teman, kadang saya harus minta tolong untuk membukakan kait helm saya! :D

Saya sendiri belum punya helm. Kadang saya berpikir kebelumpunyaan helm saya ini membuat saya single sampai sekarang. Secara tidak langsung saya belum mengondisikan untuk punya pacar: belum ada helm jika sewaktu-waktu diajak ngedate! #teorisukasuka
xD

Selama ini saya bertahan dengan meminjam helm teman kos. Helm hitam Tyas atau Anggra, helm putih Nasa, helm ungu Mbak Nilla, helm biru bunga-bunga milik Desi, atau kalau terpaksa, saya minta teman saya membawakan helm.

Suatu hari di Stasiun

Sore itu saya pulang bareng teman kos saya. Saya duduk-duduk di teras Stasiun Gubeng untuk menunggu teman kos saya yang lain. Bersama adik kos, seorang anak PKL dari Wlingi yang bersekolah di Kediri yang sangat remaja-zaman-sekarang-sekali. Errr, maksud saya, tampilannya sangat anak muda zaman sekarang. Rambut rebonding poni lempar, celana skinny jins, kaos mini plus cardigan. Lalu kita terlibat obrolan tentang helm.

“Mbak, helm yang dipegang anak itu jenis *%&^Q*&%@^ sebenarnya udah nggak boleh dipakai lho di Kediri,” dia memulai obrolan sambil mengamati seorang remaja-zaman-sekarang yang menenteng helm. Saking tidak tahunya jenis helm yang dia sebut, saya tidak ingat apa itu *%&^Q*&%@^.
Emang kenapa helmnya?” saya menjawab seolah tahu maksud adik kos itu.
“Ya nggak boleh aja mbak *%&^Q*&%@^ katanya cuma buat gaya-gayaan, nggak sesuai standard..”
Lalu dia melanjutkan membahas jenis-jenis helm yang saya sama sekali nggak paham! -____-“
“Harga helm berapa aja sih?” saya sekaligus survei helm, saya pikir lumayan mendapat informasi harga helm dari anak ini. Siapa tahu ketika suatu hari saya berniat membeli helm, saya tidak perlu bertanya banyak pada penjualnya.
Adik kos: “Helm jenis *** ada yang baru mbak, 275rb-an, yang lama sih 200an...”
Saya: “wih, mahal ya! Kalau yang jenis ***?”
Adik kos: “kalau yang itu 80rb udah dapet mbak”
Saya: “kalau dipakai enakan yang mana?”
Adik kos: “sama aja sih mbak, tapi yang jenis *** bentuknya lebih bagus...”

-----------------------------------------------------

Mengingat pentingnya helm, saya mulai berkesadaran untuk selalu menggunakan helm standard, dengan kaca menutup wajah. Mengaitkan sampai “klik”, walaupun mungkin harus minta bantuan untuk melepas kaitnya. Dan satu hal yang tak kalah penting, saya mulai berniat membeli helm sendiri. Hahaha.

Selasa, 08 November 2011

Antara Mark Up dan Ketiadaan

Sebuah tulisan galau.

Ada kalanya dalam hidup ini, seseorang akan menemukan saat ketika galau menjadi teramat sederhana. Misalnya hanya dengan melihat sendok McD. Dan ketika ”ada” dan “tidak” bukan lagi sekedar kata, tapi makna.

Ceritanya saya sedang mengurus proposal untuk keberangkatan ke suatu even akhir November nanti. Ah, kalau saya ceritakan gamblang, nanti akan terlihat jelas oknumnya. :’D saya terpilih menjadi sekretaris untuk delegasi ini, bukan sesuatu yang membanggakan, hei! Menjadi sekretaris adalah ketika semua yang ruwet masalah birokrasi, perizinan, uang, dan apalah itu, harus kamu urus.
Untuk menentukan budget perjalanan ini, saya tidak bisa menentukan sendiri. Transportasi, akomodasi, konsumsi, persiapan, dan lain-lain. Lalu saya menemui dosen pembimbing, memohon pencerahan.

*sebuah percakapan di ruang dosen*
Saya: Dok, saya butuh angka rencana untuk transport, konsumsi, akomodasi, dan persiapan alat..
Dosen: Ya tulis aja, tiap orang untuk transport sekian, akomodasi sama konsumsi sekalian sekian, apalagi?
Saya: Errr, itu untuk 4 orang dok? Yang dua sudah ditanggung pihak sana kan ya? Lalu untuk perbaikan alat dok...
Dosen: Tulis aja 6 orang, lalu buat alat tulis saja sekian.
Saya: Untuk alat mbak Anu cuma minta sekian, Dok..
Dosen: Lho nggak papa, nanti kalau sisa kan bisa buat kalian...
*end of conversation*

Apakah ini yang disebut mark up? Apakah saat ini saya suda dekat sekali dengan hal ini?
Dulu saya berpikir mark up hanya kerjaan orang-orang di televisi sana. Entah yang sudah diusut KPK atau yang masih beruntung, belum ketahuan. Mark up selalu dilakukan pada hal yang besar, bisa begitu mudah dihindari, asal laopran sesuai kenyataan. Voila!

Begitu lama saya memejamkan mata sampai-sampai saya tidak tahu bahwa kehidupan semakin keras. Bahwa mark up bisa dimulai dari mahasiswa. Kaum paling idealis di jagad raya. Dari hal kecil, dinikmati, dan menjadi kebiasaan.
Jujur ya, saya adalah manusia biasa. Ketika, mungkin, mark up ini benar-benar terjadi dan ada uang sisa nantinya. Saya pasti akan bingung menggunakannya. Di satu sisi uang itu belum jelas haram-halalnya, di sisi lain saya sebagai mahasiswa yang butuh uang. Uang itu suatu yang menyenangkan kawan, banyak orang yang bisa dibutakannya.

Semakin saya membenarkan penggalan tulisan buku pengantar ilmu politik tulisan Miriam Budiardjo bahwa ketika seseorang diserahi kekuasaan, dia akan cenderung menyelewengkannya. Sebuah kalimat yang mebuat saya semakin skeptis. Bahkan kepada mahasiswa pergerakan di masa ini. Karena penguasa masa ini adalah kaum pergerakan di masa lalu, dan lihatlah seperti apa mereka sekarang. Sebuah kalimat yang membuat saya ingin hidup lama, membuktikan teriakan kaum idealis masa ini. Akankah tetap menggema di masa depan? :)

Lalu apa hubungan antara mark up dan ketiadaan?
Di tengah pergulatan batin ini, saya hanya bisa berguling di kasur mini kamar kos saya. Ditemani derai hujan, proposal yang belum saya kerjakan, dan sms-sms deadline. Saya butuh teman bicara!
Ada beberapa hal yang membuat saya enggan bercerita dengan teman kos. Apalagi dalam kasus-mendekati-mark-up ini, saya pikir mereka bukan teman bicara yang oke. Terlalu dini untuk men-judge. Tapi saya memang bukan tipe orang yang bisa bercerita pada siapa saja dan kapan saja.
Entah karena saya yang terlalu tertutup atau meragukan kemampuan mereka dalam mendengar cerita. Sampai-sampai beberapa hari ini, ketika bertemu saya, salah satu teman kos saya selalu bilang, “ayo May cerita, kamu nggak pernah cerita sendiri lho...”

Ingatan saya terbang pada seorang teman -jika kami memang teman, dan masih berteman- yang pernah menjadi teman bicara saya beberapa waktu lalu. Sebuah periode panjang tanpa cela. Seorang teman yang bisa saya ajak bicara masalah kuliah, keluarga, organisasi, politik, bahkan masa depan.
Ada kalanya dalam hidup ini, ada dan tidak bukan lagi sekedar kata.
Perlu pembiasaan yang sangat luar biasa antara “ada” menjadi “tidak”. Ketika waktu lebih memilih agar saya lebih banyak bermonolog. Well, ini tidak mudah. Saat-saat ketika seorang manusia tidak bisa terlalu bergantung pada manusia lain.

Dan akhirnya, hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap...

Laa tahzan, innallaha ma’anaa :)

Minggu, 09 Oktober 2011

9.10.11 Hidup Itu Merangkak Naik

*sebuah postingan prematur. Ketika pikiran yang stuck in the moment berpacu dengan tanggal baik*

Seperti halnya tanggal cantik hari ini, 9-10-11, angka yang beranjak naik, hidup pun harus merangkak naik. Walaupun menurut saya, setiap hari adalah tanggal yang istimewa, karena hanya ada sekali sepanjang masa. :)

“Naik” itu sendiri bukan perkara yang mudah, walaupun bukan berarti tidak mungkin. Ketika kita naik, kita harus melawan gravitasi. Kita bisa saja mengikuti gaya gravitasi, seperti apel yang dipungut Newton, dan kemudian menjadi logo Apple Corporation milik Steve Jobs, tapi coba pikir, ya kalau ada yang memungut, kalau jatuh ke sungai bagaimana? :P

Ketika langkah terasa berat, berarti kamu sedang beranjak naik. Hal pertama yang harus dilakukan untuk memperbaiki kualitas hidup adalah dengan melakukan sesutau. Jangan diam. Act!

-tidak ada gunanya terus mengutuki kegelapan, lebih baik segera menyalakan lampu-

Jika kamu hate slow, bergeraklah! Berjalan! Kalau perlu berlari! Lakukan sesuatu!

Minggu, 29 Mei 2011

Original Soundtrack

Kadang saya merasa hidup ini seperti di film. Bukan berarti saya suka mendrama setiap saat.
Saya memang suka mendrama. Kadang. Kata teman-teman itu malah lucu, soalnya sedrama apa pun kalimat yang keluar dari mulut saya, wajah saya tetap saja tanpa ekspresi. Nggak tahu harus senang atau sedih. “Oke fine! Lepaskan! Aku nggak butuh penjelasan kamu!”
#eh

Seperti halnya di film, hidup saya juga dilengkapi dengan original soundtrack. Setelah belajar di faal, saya baru mengerti ada keterkaitan antara paparan berulang sesuatu, walaupun hanya dalam waktu singkat, dengan timbulnya ingatan jangka panjang. Ingatan jangka pendek jika diaktifkan berulang-ulang akan menimbulkan perubahan fisik, kimia, dan anatomis dari hubungan antarsel saraf. Otak mempunyai kecenderungan untuk mengulang informasi yang baru diterima, terutama yang menyita perhatian. Oleh karena itu, setelah beberapa waktu berlalu, gambaran penting ini akan tersimpan di otak dan bisa dibangkitkan sewaktu-waktu jika ada rangsangan.

Misalnya bau. Ketika jalan-jalan, trus nggak sengaja mencium aroma orang nggak dikenal yang kebetulan sama dengan aroma tubuh yang sering dihirup, pasti akan teringat dengan seseorang dengan bau seperti itu. #eeaaa

Atau pas iseng-iseng dengerin radio, tiba-tiba penyiarnya muter lagu yang membuat teringat dengan sesuatu, satu masa, satu kejadian, atau seseorang. Haaa, sampe pengen nimpuk penyiarnya pake sandal jepit...
*guling-guling

Pernah? ;D

Pasti ada suatu bagian dari hidup ketika salah satu lagu jadi serrrrriiiiiiiiiiiiiing banget diputar. Entah sengaja atau tidak. Misalnya pas zaman TK, mau masuk SMP, hari-hari di SMA, deg-deg an mau SNMPTN, pas gundah gulandah, sampe saat-saat yang tidak baik untuk diceritakan saking galaunya. :D

Saya pun begitu, dari zaman SD, ada saja lagu yang bila sekarang didengarkan lagi, akan mengingatkan pada hal-hal yang sudah lampau.

Okee, mari disebutkan satu-satu

Backstreet Boys – I Want It That Way
Kelas 3SD, pas mau pindahan rumah. Sampai sekarang pun, ketika mendengarkan lagu ini kerasa banget bayangan saya yang masih kecil umbel-umbelen nangis2 tidak mau pindah. Tidak rela meninggalkan kenangan manis di rumah lama. Teman-teman di SD. Mirip-mirip dengan film Petualangan Sherina. Hahahaha.

Padi – Menanti Sebuah Jawaban
Kelas X SMA. Pas itu, panitia MOS sering banget mutar lagu ini. Walaupun lagu yang berat buat anak SMA seukuran saya yang waktu itu masih polos banget, sekarang kalau denger lagu itu, kebayang masa-masa saya di awal kelas X-8. Pas di Aula SMA, atau latihan baris-berbaris padahal saya yakin tidak mungkin ikut lomba begituan. xD

Samsons – Kenangan terindah
Menjadi lagu kebangsaan Dexplude [sebutan buat kelas X saya dulu]. Walaupun sebenarnya ini lebih cocok untuk lagu patah hati, tapi setiap dengar lagu ini, pasti ingat ke teman-teman kelas sepuluh. :3

Akhir kelas 3 SMA. Semakin banyak soundtrack “film” saya di sini. Pertanda hidup saya yang mulai ruwet.

Tangga – kesempatan kedua
Awalnya sih, saya suka lagu ini karena enak didengar, dan suara Kamga yang mendayu-dayu merdu. Tapi kemudian saya jadi takut menyanyi lagu ini karena akhirnya saya mencari-cari kesempatan kedua. :’D

SO7 – betapa
Sebenarnya ini lagu di masa transisi, ketika saya mau kuliah. “Seminggu setelah kau pergi, ku masih sembunyi di balik senyum palsu, kudengar dirimu tak sendiri lagiii.”
Hahaha. Lagu saya buat ITB. *membuang ingus*

Akhir semester 2 HI
Ne-Yo - Miss Independent, So Sick
Teringat hari-hari terakhir saya sebagai mahasiswa HI. #tsaahhh
ngerjakan review bareng Nita. Nancepin laptonya di tempat setrikaan kos saya, trus kita muter lagu ini semalaman. Bolak-balik kaya kaset rusak. :D jalan sendiri di depan SSC Padjadjaran Malang malam-malam buat nunggu Angkot. Ngliatin hasil try out yang acakadut...

Maliq & d’essential – untitled
Sampai saya tulis di note FB. Maliq di lagu ini benar-benar mencabik hati. :’D

Maliq & d’essential – mata hati telinga
Ini sedikit agak sangat menyedihkan sekali. #mbulet
teringat pas ulang tahun ke 19. Ada seorang abang yang saya tunggu-tunggu untuk ngucapin. Yang ternyata ucapannya nggak pernah datang *menyeka air mata*

Seventeen – Lelaki hebat, Padi – Sang Penghibur
Lagu yang membuat semangat di tengah kegalauan antara pindah dari HI atau tetap bertahan. Teringat pas jalan habis les dari SSC malem-malem soalnya ngenet gratisan dulu buat ngerjain tugas kuliah #eaaa
Pas benar-benar ngrasa sendirian di tengah medan perang. Pas bingung menentukan pilihan pindah. Pas nggak tau harus cerita ke siapa. Sementara teman kuliah yang tahu saya akan pindah cuma Nita, Memey, sama Tuki yang on fire ngejar ITB.

SO7 – tunggu aku di jakarta
UMB 2009. Pas di surabaya bersama Lady Denker yang ternyata juga suka dengan SO7. Karena waktu itu pas semangat-semangatnya ngejar UI, lagu ini terasa bagai semangat yang menyala-nyala. Walaupun akhirnya saat ini nggak satu pun dari kita kuliah di Jakarta. #gubrakk

Sebenarnya masih banyak soundtrack untuk film saya. Akan semakin banyak seiring berjalannya waktu dan perputaran zaman. #ehem
Yakin deh, setiap orang pasti punya original soundtrack untuk film masing-masing. Yang entah berapa tahun lagi, berapa puluh tahun lagi jika diputar kembali, akan membangkitkan nostalgila masa muda.
Lalu, apa lagumu hari ini? ;D

Rabu, 27 April 2011

Saya dan Balada Ide: The Power of Galau

Satu hal yang saya temukan sejak saya [ingin] aktif menulis adalah: mendapat ide di saat yang tepat itu tidak mudah. Seringkali saya mendapat ide di saat yang nggak banget. Mencari ide itu tidak semudah memanggil jalangkung yang mantranya sudah tersebar luas dan bisa didapat di toko-toko terdekat. Apalagi, si jalangkung akan dengan baik hati datang tak dijemput asal pulang diongkosin. Ups! Pulang tak diantar. :D

Sumber ide memang bermacam-macam. Ide bisa muncul kapan saja. Di kamar, di kampus, di ruang ujian, di kertas ujian, di lembar jawab ujian –ketahuan yang habis UTS- di pasar, di Indomaret, di kereta, di stasiun, bahkan di kamar mandi. Saat pagi, mau sarapan, saat berjalan ke kampus, nyebrang jalan, hujan sore-sore, atau pas nonton sponge bob dan infotainment. Jika ide muncul di waktu dan tempat yang tepat, misalnya di kampus, mungkin akan mudah segera menulis ide di catatan. Sering ya, saya dapat ide pas di kamar mandi, keluar kamar mandi, ide pun hilang. *histeris

Salah satu keadaan yang sejauh ini menjadi waktu favorit munculnya ide adalah ketika galau. Percaya atau tidak, kondisi tidak menyenangkan dan sangat tidak nyaman saat galau ini sering memunculkan ide menulis lebih banyak daripada biasanya. Terbukti, sebagian tulisan saya lahir saat musim galau. Terutama tulisan saya yang sekarang menumpuk di draft. Benar-benar galau! Saya sampai tertawa sendiri membaca tulisan-tulisan itu. Ckckck, kok bisa saya masih gendut sampai sekarang setelah melewati masa galau luar biasa seperti itu.

Galau pertama yang sering memunculkan ide menulis adalah galau cinta. Yap! Penyebab galau yang sering menjangkiti kawula muda. Terutama untuk yang merindukan ide untuk menulis yang sifatnya menye-menye. Galau cinta ini beberapa kali menginspirasi saya untuk menulis lho... *malu-malu

Tapi, bukan hanya galau cinta yang mengispirasi saya. Galau ujian! Entah kenapa, ide juga sering muncul ketika saya sedang enak-enak belajar. Misalnya pas ujian faal semester lalu, saya malah nulis tentang ATP dan kelabilan. Hasilnya: tulisan selesai tapi ujian saya dapat BC. *nangis

Ide yang muncul di saat ujian memang dilematis. Di satu sisi harus tetap fokus belajar, di sisi lain, ide akan hilang jika tidak segera ditulis. Nah! Galau kan?

Kadang saya meratapi keadaan yang seperti ini, tapi memang saat ujian adalah ketika saya banyak membaca. Dulu saya pernah mengikuti seminar di Universitas Brawijaya. Pembicara saat itu menyampaikan bahwa untuk menulis, penulis harus banyak membaca. Sangat tepat, jika otak kosong, apa yang akan dituangkan untuk menjadi tulisan? Seperti analogi ceret, jika ceret kosong, apa yang akan dituangkan dalam gelas?

Untuk menyiasati balada ide dan galau ini, percaya atau tidak, saya sering menciptakan galau buatan untuk merangsang ide untuk menulis. Menciptakan galau itu tidak sulit:

Playlist galau

Di laptop saya ada satu playlist yang memang sengaja dirancang untuk menggalau. Saya beri judul “brain storming”. Berisi 100% lagu galau. Sejauh ini, lagu yang paling banyak melahirkan ide untuk menulis adalah Maliq & d’essential – Untitled dan Sheila on 7 – Waktu yang Tepat tuk Berpisah. Bagi yang pernah mendengar lagu-lagu itu, pasti bisa membayangkan bagaimana galaunya! xD

Pose galau

Pose tergalau yang pernah saya ciptakan adalah minum susu coklat hangat di dalam mug Zakumi, sambil memandang laptop, dan waktu hujan! Ide pun mengalir.

Internetan galau

Saat ini orang-orang terlalu sibuk membuat konsep tentang internet sehat. Saya sibuk membuat konsep internet galau. Kadang saya [sengaja] menyisir timeline seseorang untuk menciptakan atmosfer galau. Menggalau di status YM. Membaca note di FB. Dan yang pasti: menggalau di twitter. Pernah suatu malam saya menggalau di twitter, sampai teman saya sms, “weh nggalau ae” –wah, menggalau saja-.

Buat saya, menulis dan galau dalam kondisi optimal bisa memunculkan ide yang cemerlang. Jangan takut untuk menggalau, dan postulat energi pun berubah..

-Galau dapat diciptakan, tidak dapat dimusnahkan, tetapi dapat diubah menjadi bentuk yang lain-

Kamis, 14 April 2011

Assalamualaikum Part II

Assalamualaikuum :)

Yap! Ini salam kedua saya di blog ini. Setelah membiarkan gigi-taring kucing manis vakum sekian lama.

Seperti Tangga yang punya Kesempatan Kedua, saya pun begitu, walaupun kesempatan kedua itu tak selalu ada untuk tiap orang. Tema gigi taring sebelum ini kan memang saya yang mencari kesempatan kedua, dan alhamdulillah, saya mendapatkannya.

:)

Sekitar dua tahun yang lalu, gigitaring-kucingmanis adalah blog galau seorang mahasiswa HI yang ingin kabur. Ingin kabur kemana? Dan akhirnya dia berhasil kemana? Itulah yang sampai saat ini belum terjawab. Di blog.

Di dunia nyata, anak ini sudah menemukan tempatnya.

Blog ini sudah tertidur sekian lama, dan saya pikir ini saat yang tepat untu menghidupkannya kembali sebelum kesempatan kedua ini hilang. Menunjukkan maya yang sedikit lebih dewasa. Walaupun masih suka cekikikan. Masih punya banyak mimpi, masih ingin jadi penulis, masih ingin ke ITB *ups!*, dan masih cinta kucing :3

Oke, enjoy it! Tunjukkan gigi taringmu yang manis! :)